Surabaya 1945: Lahirnya Identitas Kepahlawanan dari Pusaran Revolusi"


SURABAYA:Dalam rangka memperingati prasasti wurare ke 736Pada hari Senin tanggal 17 November 2025 jam 20.00 WIB sampai dengan selesai'Bertempat di situs Joko Dolog Taman apsari Surabaya 
Dilaksanakan sarasehan dengan tema makna hari pahlawan-Narasumber Panji Putra Sriwijaya S.Sos

Yang diinisiasi oleh ketua paguyuban abdi dalem eyang Joko Dolog Bapak Anam SH dihadiri oleh warga masyarakat kota Surabaya

Kota yang Membara Setelah ProklamasiPada penghujung tahun 1945, Surabaya menjadi pusat pergolakan yang menentukan arah perjalanan Indonesia yang baru saja merdeka. Kota ini, yang penuh semangat dan keberanian warganya, berubah menjadi arena pertarungan besar antara rakyat Indonesia dan kekuatan asing yang berusaha kembali menancapkan pengaruhnya. Dari berbagai insiden yang terjadi, lahirlah perjuangan massif yang menorehkan nama Surabaya ke dalam sejarah bangsa.

Akar Konflik yang Memuncak di Surabaya

1. Peristiwa Hotel Yamato: Pemantik Semangat Kemerdekaan

Pertengahan September 1945 ditandai ketegangan hebat ketika bendera Belanda berkibar di puncak Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit). Tindakan spontan pemuda Surabaya yang merobek bagian biru bendera itu menjadi simbol keras penolakan terhadap upaya penjajahan kembali. Peristiwa tersebut sekaligus membawa pesan lantang bahwa rakyat Indonesia siap mempertahankan kemerdekaannya dengan segala cara.

2. Masuknya Pasukan Sekutu: Suasana Kota yang Makin Mendidih

Kedatangan pasukan Sekutu pada 25 Oktober 1945 menambah gelisah situasi politik dan keamanan. Meski mengaku bertugas melucuti tentara Jepang, rakyat Surabaya melihat gelagat upaya mengembalikan kekuasaan Belanda. Kecurigaan itu memicu benturan di lapangan, yang perlahan berkembang menjadi konflik bersenjata.

3. Insiden Jembatan Merah: Tewasnya Brigjen Mallaby

Situasi mencapai titik kritis ketika Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam insiden baku tembak di sekitar Jembatan Merah. Pemerintah Inggris merespons dengan ultimatum keras yang menuntut rakyat menyerahkan semua senjata. Arek-arek Suroboyo menolak ultimatum tersebut, memutuskan untuk mempertahankan kehormatan bangsanya—sebuah keputusan yang akhirnya memicu perang besar.

10 November 1945: Pertempuran yang Menggema ke Penjuru Dunia

Ketegangan berubah menjadi pertempuran terbuka pada 10 November 1945. Pasukan Sekutu menyerang Surabaya melalui darat, laut, dan udara. Tank, kapal perang, dan pesawat tempur menggempur berbagai titik pertahanan rakyat. Namun, para pejuang Surabaya tetap berdiri kokoh meski hanya berbekal senjata rampasan dan alat sederhana.

Selama lebih dari tiga minggu, kota ini menjadi arena perang paling sengit dalam masa revolusi Indonesia. Keteguhan rakyat Surabaya menunjukkan pada dunia bahwa bangsa ini siap mempertahankan kemerdekaannya, meski harus melawan pasukan modern yang jauh lebih kuat.

Dari sinilah lahir gelar Kota Pahlawan, karena Surabaya membuktikan bahwa keberanian rakyat biasa sanggup menggoyang kekuatan besar.

Hari Pahlawan: Mengakar dari Pengorbanan Rakyat Surabaya

Besarnya makna perjuangan Surabaya mendorong pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Penetapan ini menjadi bentuk penghormatan terhadap keberanian ribuan pejuang yang rela mengorbankan nyawa demi tegaknya kemerdekaan.

Relevansi Semangat Surabaya bagi Generasi Saat Ini

Peringatan Hari Pahlawan bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga menyerap nilai-nilai yang diwariskan: semangat persatuan, keberanian moral, dan keteguhan hati.
Generasi masa kini menghadapi tantangan yang berbeda—bukan lagi perang fisik, namun tantangan global, ekonomi, teknologi, hingga perpecahan sosial. Namun, nilai perjuangan para pendahulu tetap menjadi inspirasi.

Tugas kita adalah menjaga nilai-nilai itu tetap hidup: membangun bangsa dengan integritas, memperkuat persatuan, dan menjaga keutuhan Indonesia.

Penulis ahot 

Lebih baru Lebih lama